Posted: 22/09/2012 20:34
Liputan6.com,Washington:: Waspada wanita yang mengalami sleep apnea selama kehamilan. Kondisi tersebut bisa meningkatkan risiko mengalami masalah kesehatan, baik untuk sang ibu maupun bayi mereka.
Demikian hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Obstetrics & Gynecology seperti dikutip dari laman Foxnews, Sabtu (22/9).
Sleep apnea artinya henti napas saat tidur yang terjadi sebagai akibat menyempitnya saluran napas saat tidur. Struktur saluran napas yang memang sudah sempit jadi tersumbat karena dinding saluran yang melemas saat tidur. Dan obesitas meningkatkan risiko Obstructive Sleep Apnea karena kelebihan jaringan lemak yang bisa mempersempit di dalam tenggorokan. Napas berhenti saat tidur pada penderita sleep apnea biasanya ditandai dengan mendengkur dan rasa kantuk berlebihan.
Dalam studi tersebut, bayi yang lahir dari ibu dengan obstructive sleep apnea lebih mungkin dirawat di unit perawatan intensif neonatal (NICU) dibandingkan bayi yang lahir dari ibu tanpa kondisi sleep apnea. Pada penelitian itu melibatkan wanita yang obesitas.
Selain itu, wanita dengan sleep apnea cenderung lebih mengembangkan preeklamsia, suatu kondisi tekanan darah tinggi selama kehamilan, dan condong membuat bayi mereka lahir dengan operasi caesar (C-Section).
Menurut peneliti, komplikasi kehamilan yang terkait dengan obesitas seperti tekanan darah tinggi dan diabetes gestational, bisa lebih diketahui dibandingkan sleep apnea. Sehingga dibutuhkan cara yang lebih baik untuk pengobatan sleep apnea pada wanita hamil.
Dalam studi itu para peniliti menganalisis informasi dari 175 ibu hamil yang obesitas yang diuji untuk Obstructive Sleep Apnea di rumah dengan menggunakan perangkat portabel.
Di antara mereka yang mengalami sleep apnea, sekitar 65 persen harus dioperasi caesar, sementara 33 persen dari mereka tanpa kondisi tersebut juga perlu dioperasi. Selain itu, 42 persen dari mereka dengan sleep apnea memiliki preeklamsia, dibandingkan dengan 17 persen dari mereka yang tidak sleep apnea. Sedangkan tingkat kelahiran prematur sama di antara kelompok.
Persentase bayi yang baru lahir yang masuk ke NICU adalah 46 persen untuk ibu dengan sleep apnea, dibandingkan dengan 18 persen ibu yang tidak mengalami sleep apnea. Kebanyakan kasus itu karena masalah pernapasan.
Tingginya bayi baru lahir yang masuk NICU dari ibu dengan sleep apnea dimungkinkan karena tingginya rata-rata dari operasi caesar dalam kelompok ini, kata para peneliti.
Untuk itu, peneliti dari University of South Florida, Dr Judette Louis, mengatakan, diperlukan cara yang lebih baik untuk mengobati sleep apnea pada kehamilan. Dan cara terbaik untuk mengurangi risiko pada wanita obesitas terkait sleep apnea yakni menurunkan berat badan meski cara itu sering sulit.
Karena penelitian ini hanya mencakup wanita gemuk maka belum jelas apakah sleep apnea bisa memberikan efek yang sama pada wanita yang tidak obesitas.(MEL)
Demikian hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Obstetrics & Gynecology seperti dikutip dari laman Foxnews, Sabtu (22/9).
Sleep apnea artinya henti napas saat tidur yang terjadi sebagai akibat menyempitnya saluran napas saat tidur. Struktur saluran napas yang memang sudah sempit jadi tersumbat karena dinding saluran yang melemas saat tidur. Dan obesitas meningkatkan risiko Obstructive Sleep Apnea karena kelebihan jaringan lemak yang bisa mempersempit di dalam tenggorokan. Napas berhenti saat tidur pada penderita sleep apnea biasanya ditandai dengan mendengkur dan rasa kantuk berlebihan.
Dalam studi tersebut, bayi yang lahir dari ibu dengan obstructive sleep apnea lebih mungkin dirawat di unit perawatan intensif neonatal (NICU) dibandingkan bayi yang lahir dari ibu tanpa kondisi sleep apnea. Pada penelitian itu melibatkan wanita yang obesitas.
Selain itu, wanita dengan sleep apnea cenderung lebih mengembangkan preeklamsia, suatu kondisi tekanan darah tinggi selama kehamilan, dan condong membuat bayi mereka lahir dengan operasi caesar (C-Section).
Menurut peneliti, komplikasi kehamilan yang terkait dengan obesitas seperti tekanan darah tinggi dan diabetes gestational, bisa lebih diketahui dibandingkan sleep apnea. Sehingga dibutuhkan cara yang lebih baik untuk pengobatan sleep apnea pada wanita hamil.
Dalam studi itu para peniliti menganalisis informasi dari 175 ibu hamil yang obesitas yang diuji untuk Obstructive Sleep Apnea di rumah dengan menggunakan perangkat portabel.
Di antara mereka yang mengalami sleep apnea, sekitar 65 persen harus dioperasi caesar, sementara 33 persen dari mereka tanpa kondisi tersebut juga perlu dioperasi. Selain itu, 42 persen dari mereka dengan sleep apnea memiliki preeklamsia, dibandingkan dengan 17 persen dari mereka yang tidak sleep apnea. Sedangkan tingkat kelahiran prematur sama di antara kelompok.
Persentase bayi yang baru lahir yang masuk ke NICU adalah 46 persen untuk ibu dengan sleep apnea, dibandingkan dengan 18 persen ibu yang tidak mengalami sleep apnea. Kebanyakan kasus itu karena masalah pernapasan.
Tingginya bayi baru lahir yang masuk NICU dari ibu dengan sleep apnea dimungkinkan karena tingginya rata-rata dari operasi caesar dalam kelompok ini, kata para peneliti.
Untuk itu, peneliti dari University of South Florida, Dr Judette Louis, mengatakan, diperlukan cara yang lebih baik untuk mengobati sleep apnea pada kehamilan. Dan cara terbaik untuk mengurangi risiko pada wanita obesitas terkait sleep apnea yakni menurunkan berat badan meski cara itu sering sulit.
Karena penelitian ini hanya mencakup wanita gemuk maka belum jelas apakah sleep apnea bisa memberikan efek yang sama pada wanita yang tidak obesitas.(MEL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar yang membangun sopan dan baik, serta perhatikan Etika Berkunjung Disini terimakasih :)