Barcelona: Laga panas antara Barcelona dan Real Madrid sudah digelar Senin (8/1) dinihari tadi. Tak ada pemenang dalam pertandingan bertajuk El Clasico itu. Pada pertandingan El Clasico jilid pertama di pekan ketujuh La Liga yang berlangsung di Camp Nou itu, dua tim raksasa Spanyol tersebut, hanya mampu bermain imbang 2-2. Dua gol Barcelona dan Madrid masing-masing dicetak pemain bintangnya, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo
Laga dinihari tadi merupakan pertemuan ke-222 antara Los Merengues kontra Los Cules di laga resmi. Sebelum pertandingan dimulai, para pemain Real Madrid merasa bahwa pertandingan El Clasico bukan sekedar pertarungan sepakbola. Itu setelah mereka melihat mosaik besar dengan warna-warna bendera Catalan "La Senyera" menyebar di markas Barcelona, Camp Nou.
El Clasico selain pertandingan vital di La Liga, laga ini juga mewakili tradisi politik yang panas antara kekuasaan yang terpusat di Madrid dan hak-hak daerah otonom Catalunya. Lantaran itu pula, tak heran salah satu spanduk yang dibentangkan 98.000 pendukung Barcelona berbunyi: "Kebebasan untuk Catalunya".
"Real Madrid menghadapi Camp Nou, dimana suasananya akan menjadi perkecualian dan stimulasinya bukan hanya mengenai mendukung (tim), namun juga sosial dan politis," kata harian Catalan, La Vanguardia.
Harian itu menulis, impian para pendukung Barcelona bukan hanya meninggalkan lawan-lawan mereka dalam pengumpulan poin. Namun juga yang didemonstrasikan orang-orang Catalan adalah motivasi untuk memperlihatkan identitas mereka.
Ini bukan untuk pertama kalinya sentimen seperti itu dibangun para pendukung dan lebih banyak oleh para pengamat politik. Namun, perbedaan pada tahun ini adalah opini yang diekspresikan oleh sebagian besar kalangan menengah.
"Kami muak didiktat dari Madrid dan mendapat perlakuan diskriminasi. Kami menginginkan hak untuk memutuskan apakah bertahan di Spanyol atau merdeka," kata seorang penggemar, Jordi, kepada AFP.
Bagi sebagian besar orang Catalan, FC Barcelona, yang dibentuk pada 1899, setara dengan tim nasional. Dibawah kepemimpinan Presiden Joan Laporta, klub ini menjadi semakin politis.
Saat mengundurkan diri pada 2010, Laporta membangun partai politiknya sendiri yang menuntut kemerdekaan. "Barca adalah tim nasional Catalunya, dan tujuanku sebagai presiden adalah untuk mempromosikan kepentingan-kepentingan kami dan berjuang untuk hak-hak kami," ucapnya.
Sementara Presiden saat ini, Sandro Rossel, lebih merupakan seorang integrator. Sandro Rossel berniat menyatukan berbagai opini, namun ia tergerak oleh kekuatan publik dan menyatakan bahwa klub akan mewakili perasaan orang-orang.
Di tempat terpisah, mantan pelatih, Pep Guardiola, mengirimkan pesan dukungannya terhadap kemerdekaan dari kediamannya saat ini di New York, Amerika Serikat. Sedangkan pelatih saat ini, Tito Vilanova, memilih untuk berkonstrasi pada timnya.
"Selalu ada bendera-bendera dan banyak mosaik Catalan, dan ini semua bagian dari sepakbola. Jika Anda ingin berbicara mengenai politik, maka ada tempat lain untuk hal itu," ucapnya.
Laga El Clasico kali ini juga sempat menampilkan kekisruhan politik lain. Sebelumnya terdengar kabar bahwa klub itu telah memberi tiket pada Gilad Shalit. Tentara Israel itu, menghabiskan lebih dari lima tahun sebagai tahanan di Gaza setelah ditangkap pejuang Palestina pada 2006.
Ketika kubu Palestina mendengar kabar undangan tersebut, hal itu menciptakan badai besar. Barca kemudian mengumumkan bahwa mereka juga mengundang perwakilan dari Palestina. Salah satunya adalah pesepak bola, Mahmoud Sarsak, yang ditahan pihak Israel selama tiga tahun tanpa persidangan. Tapi, ia mengabaikan undangan tersebut, karena dirinya menolak duduk di stadion yang sama dengan Shalit .(IAN)
Liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar yang membangun sopan dan baik, serta perhatikan Etika Berkunjung Disini terimakasih :)