JAKARTA okezone.com - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Slamet
Effendy Yusuf, menyambut baik inisiatif Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), yang akan mengusulkan disusunnya Protokol Anti
Penistaan Agama di Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Usulan adanya protokol ini merupakan solusi cerdas agar kasus penistaan agama seperti pembuatan film Innocent of Muslim tidak terus terulang.
"Saya tahu usul ini pasti akan memperoleh tantangan dari pihak yang mendewakan kebebasan berekpresi, sekalipun sudah terbukti ekspresi yang mengandung penistaan agama telah mengakibatkan keonaran, ketidak tertiban, serta perpecahan di tengah masyarakat maupun antar bangsa dan negara", ujar Slamet yang juga anggota MUI kepada Okezone, melalui pesan singkatnya, Selasa (25/9/2012).
Kata dia, protokol Anti Penistaan Agama diperlukan untuk mengatur secara jelas mengenai sejauh mana kebebasan, khususnya kebebasan berekspresi, dapat dijaga, bersamaan dengan tetap dijunjung tinggi kesucian serta kemuliaan agama.
Disamping itu, kata dia, harus dijelaskan secara jelas batas kreativitas berekspresi agar tidak menyentuh hal-hal sensitif yang dapat merusak bukan saja kesucian agama, tetapi merusak tatanan dan kondisi hubungan antar manusia. Juga harus dipertegas kewenangan negara untuk mengambil tindakan atas setiap karya yang menistakan agama.
"Dengan begitu tidak akan terjadi lagi ada negara yang tidak bisa berbuat apa-apa, sementara ekses karya itu sudah membawa kerusakan yang luar biasa", ujarnya.
Apapun hasilnya Presiden harus menyampaikan usul itu di depan Sidang Umum PBB. "Ini akan menjadi awal perjuangan panjang. Jangankan protokol Anti Penistaan Agama, protokol Kyoto yang mengatur kandungan gas emisi saja masih ditolak oleh negara superpower tertentu", tegasnya.
Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar ini menyebutkan, kalau Presiden SBY jadi menyampaikan hal ini, pasti akan memperoleh simpati luas dari masyarakat bangsa Indonesia serta masyarakat internasional yang mencintai harmoni dan perdamaian.
Usulan adanya protokol ini merupakan solusi cerdas agar kasus penistaan agama seperti pembuatan film Innocent of Muslim tidak terus terulang.
"Saya tahu usul ini pasti akan memperoleh tantangan dari pihak yang mendewakan kebebasan berekpresi, sekalipun sudah terbukti ekspresi yang mengandung penistaan agama telah mengakibatkan keonaran, ketidak tertiban, serta perpecahan di tengah masyarakat maupun antar bangsa dan negara", ujar Slamet yang juga anggota MUI kepada Okezone, melalui pesan singkatnya, Selasa (25/9/2012).
Kata dia, protokol Anti Penistaan Agama diperlukan untuk mengatur secara jelas mengenai sejauh mana kebebasan, khususnya kebebasan berekspresi, dapat dijaga, bersamaan dengan tetap dijunjung tinggi kesucian serta kemuliaan agama.
Disamping itu, kata dia, harus dijelaskan secara jelas batas kreativitas berekspresi agar tidak menyentuh hal-hal sensitif yang dapat merusak bukan saja kesucian agama, tetapi merusak tatanan dan kondisi hubungan antar manusia. Juga harus dipertegas kewenangan negara untuk mengambil tindakan atas setiap karya yang menistakan agama.
"Dengan begitu tidak akan terjadi lagi ada negara yang tidak bisa berbuat apa-apa, sementara ekses karya itu sudah membawa kerusakan yang luar biasa", ujarnya.
Apapun hasilnya Presiden harus menyampaikan usul itu di depan Sidang Umum PBB. "Ini akan menjadi awal perjuangan panjang. Jangankan protokol Anti Penistaan Agama, protokol Kyoto yang mengatur kandungan gas emisi saja masih ditolak oleh negara superpower tertentu", tegasnya.
Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar ini menyebutkan, kalau Presiden SBY jadi menyampaikan hal ini, pasti akan memperoleh simpati luas dari masyarakat bangsa Indonesia serta masyarakat internasional yang mencintai harmoni dan perdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar yang membangun sopan dan baik, serta perhatikan Etika Berkunjung Disini terimakasih :)